SEJARAH DESA TEMPUR

Berawal dari kisah seorang preman di desa Gerit Soco Kudus, bernama ki Sabruk, yang mempunyai kebiasaan tidak lazim seperti masyarakat pada umumnya.
Hampir setiap hari ki Sabruk mengadakan acara pahargyan atau pesta, dengan mendatangkan kesenian tayub. Begitu seringnya ki Sabruk mengadakan pesta, masyarakat menjadi resah. Sehingga ki Sabruk diusir dari desa Gerit Soco.
Perlu diketahui kesenian tayub merupakan kesenian khas Jawa Tengah, didalamnya terdapat unsur keindahan dan keserasian gerak, masyarakat jawa mengganggap tayub sebagai tarian pergaulan yang disajikan untuk menjalin hubungan sosial masyarakat.
Setelah diusir dari desa Gerit Soco, Ki Sabruk akhirnya menyepi di daerah Rahtawu selama bertahun-tahun, di sana beliau bertemu dengan Buyut Sewo, Mbah Waryo, Buyut Rajut dan Mbah Romban.
Pekerjaan sehari-hari dari mereka berempat sebagai perambah hutan, mencari hasil bumi di dalam hutan belantara sekitar pegunungan Muria untuk dimakan dan disimpan.
Maka ikutlah ki Sabruk merambah hutan bersama mereka, hingga suatu saat mereka berlima memutuskan untuk merambah hutan di pegunungan Muria wilatah utara. Disana mereka menemukan ribuan pohon Aren (Aren Sewu) yang bisa diambil Niranya untuk dibawa pulang ke Rahtawu.
Singkat cerita, mereka akhirnya memutuskan membuat pekarangan baru (Karanganyar) di dekat pohon Aren untuk dijadikan tempat membuat sagu dan memproses Gula Aren, selain itu dijadikan tempat bermukim sementara. Sampai pada akhirnya mereka menetap di wilayah ini (sekarang bernama Karangrejo).
Setelah lama menetap di Karanganyar, dan sudah semakin banyak pendatang yang menyusul, mereka menunjuk seseorang yang dianggap paling tua untuk menjadi tokoh/pemuka adat, baliau adalah Buyut Sewo dan Mbah Waryo.
Kemudian pemukiman semakin melebar ke arah timur, daerah yang sangat banyak pohon Glagahnya, maka dinamakan Dukuh Glagah. Ada juga yang membuka lahan baru di wilayah selatan, yang dulunya ada pohon paling besar (Kayu Perkoso) maka dinamakan Dukuh Pekoso, sebelah utara Pekosa dinamakan Dukuh Petung karena ada ribuan Bambu Petung, Dukuh Kemiren karena banyak pohon Kemirinya, dan Dukuh Duplak karena terdapat petilasan sumur batunya/lumpang (Duplak).
Sedangkan Buyut Rajut dan Mbah Romban menuju arah Timur untuk menyepi, tepatnya di sekitar tempuran sungai Gelis dan sungai Pondok Ruyung.
Di tempat ini, beliau berdua menghabiskan waktu untuk beribadah manunggaling kawulo gusti hingga wafat. Masyarakat percaya beliau berdua wafat dengan cara musno/mukso, karena sampai sekarang belum ditemukan keberadaan makamnya, hanya ada petilasan tempat Buyut Rajut dan Mbah Romban menyepi. Lalu masyarakat sepakat untuk memberi nama desa ini Tempuran/Tempur.
Dan sampai sekarang setiap Jum’at Wage di bulan Apit, selalu diadakan acara selametan di punden Romban. Sedangkan untuk menghormati ki Sabruk yang selalu menemani perjuangan Buyut Sewo, Mbah Waryo, Buyut Rajut dan Mbah Romban untuk babat alas sampai menjadi sebuah desa maka diadakan pertunjukan kesenian Tayub. Untuk mengenang itu semua maka masyarakat mengadakan acara Sedekah Bumi, adapun satu tradisi yang tidak boleh ditingggalkan adalah kesenian Tayub.
Perayaan Sedekah Bumi yang diperingati setiap Jum’at Wage di bulan Apit setiap tahunnya selain untuk nyelameti bumi Tempur juga bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur atas limpahan hasil bumi yang dianugerahkan Allah SWT kepada masyarakat Tempur.
Adapun urutan Petinggi desa Tempur adalah sebagai berikut :
- Mbah Joyotruno asli Mayong kerabat Bupati Kanjeng Utoyo
- Mbah Tosuro Putra Mbah Joyotruno
- Mbah Towijoyo (Yaine Mbah Suto) (1911-1912)
- Mbah Powijoyo Rebidin (1913-1943)
- Mbah Karsono (Muhammad Salim) (1944-1971)
- Bapak Legiran (1972-1989)
- Bapak Gunawan (1989-2007)
- Bapak Sutoyo (2007-2022)
- Bapak Mariyono, A.Ma (2022-sekarang)
Adapun urutan Carik desa Tempur adalah sebagai berikut :
- Mbah Surat
- Mbah Sarkam Buyut Mbah Gunawan
- Mbah Sunardi (Glagah)
- Mbah Sutopo
- Mbah Gunawan (1978-1989)
- Bapak Sukirman (1990-2007)
- Bapak Mahfud Aly (2017-Sekarang)
Sumber : Tokoh Masyarakat Tempur
Di tulis oleh : Mahfud Aly (MA)
Komentar baru terbit setelah disetujui Admin